Kamis, 01 Desember 2011

Korupsi dan Etika

Apa iu Korupsi dan Etika?

Korupsi (bahasa Latin : corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupunpegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaanpartai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda.

Pengaruh Korupsi dengan Etika Bisnis adalah sebagai berikut
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis.
Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
Dunia usaha berperan menerapkan GCG dengan antara lain menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan.

Contoh kasus korupsi di Indonesia

Artalyta Suryani alias Ayin adalah seorang pengusaha Indonesia yang dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Artalyta dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan dijatuhi vonis 5 tahun penjara pada tanggal 29 Juli 2008 atas penyuapan terhadap Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan senilai 660.000 dolar AS. Kasus ini mendapat banyak perhatian karena melibatkan pejabat-pejabat dari kantor Kejaksaan Agung, dan menyebabkan mundur atau dipecatnya pejabat-pejabat negara.[1] Kasus ini juga melibatkanpenyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan hasil penyadapan tersebut diputar di stasiun-stasiun televisi nasional Indonesia. Artalyta ditangkap oleh petugas KPK pada awal Maret 2008, sehari setelah Urip Tri Gunawan tertangkap dengan uang 660.000 dolar AS di tangan. Urip adalah Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI yang melibatkan pengusaha besar Sjamsul Nursalim. Kejaksaan menghentikan penyelidikan tersebut melalui Jaksa Agung Muda Kemas Yahya Rahman pada tanggal 29 Februari 2008. Percakapan antara Artalyta, Urip dan Kemas yang disadap oleh KPK menunjukkan adanya suap dan keterlibatan Artalyta dalam penghentian kasus BLBI tersebut. Dalam pengadilan Artalyta mengaku tidak bersalah, dan menyatakan uang tersebut merupakan bantuan untuk usaha bengkel Urip. Majelis Hakim menolak pengakuan tidak bersalah Artalyta, dan menilai perbuatan Artalyta telah mencederai penegakan hukum di Indonesia. Majelis Hakim juga menganggap kenyataan bahwa Artalyta tidak mengakui kesalahannya serta memberikan pernyataan yang berbelit-belit di pengadilan sebagai hal yang memberatkannya. Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun serta denda 250 juta rupiah kepada Artalyta, sesuai tuntutan jaksa dan hukuman maksimal untuk penyuapan pejabat negara dalam undang-undang.